Orang sedang beri'tikaf di Masjid, Foto: DKM Majsid Kubah Emas |
MKE, Jakarta - Dalam surat An-Nisa ayat 100, Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman : Waman yakhruj min baitihi muhajiron ilallohi tsumma yudrikhul mautu faqod waqo’a ajruhu ‘alalloh (Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Alloh dan Rosul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang di maksud) maka sungguh telah tetap baginya pahalanya di sisi Alloh.
Kemudian firman-Nya dalam hadits Qudsy, Ukhruj min jasadika wan nufus tsumma ukhruj ‘anil qulub war-run, tsumma ukhruj ‘anil amri wal hukmi tashil ilayya (keluarlah dari jasad dan nafsumu dan keluarlah dari hatimu dan ruhmu serta keluarlah dari segala perkara dan hukum maka kamu akan sampai kepada-Ku)
Jika kita fahami dengan pandangan bashiroh kedua ayat di atas akan nampak secara jelas, bahwa keduanya adalah ayat yang saling menguatkan. Akan tetapi juga sangat nampak jelas perbedaannya jika kita lihat dari sudut yang berbeda (secara kasat mata), sebab keduanya memang berbeda. Di sini saya mencoba mengangkat ayat lain; “Yu’til hikmata man yasa’ waman yu’tal hikmata faqod utiya khoiron katsiron”. Ayat ini dapat kita fahami, bahwa barang siapa diberi pemahaman secara dalam (ilmu nafi’) maka hakekatnya mereka diberi ilmu ladunniy (ilmu yang langsung dari Alloh). Dan di sinilah yang dimaksud Asro uluhiyah laa ya’lamuha illal ma’arif. Memandang kedua Ayat tersebut, jelaslah tampak berbeda, sebab yang satu Al Qur’an sedang yang kedua Hadits Qudsi. Akan tetapi jika kita fahami isi kandungannya, akan nampak secara jelas sekali dalam Al-Qur’an (barang siapa yang keluar dari rumah dzahirnya) sedang yang hadist (barang siapa yang keluar dari rumah dzahir dan bathinnya). Jadi barang siapa yang ingin menuju Alloh fokuskanlah pandangan dzahir dan batinmu hanya kepada Alloh. Jangan memandang dan jangan bertujuan kecuali hanya kepada Alloh, sebab sebaik-baik pandangan dan sebaik-baik tujuan hanyalah Alloh.
Ketika seorang hamba mampu keluar dari segala-galanya (kecuali Alloh) maka mereka sampai kepada Alloh, Kedua-duanya dapat kita artikan sebagai jihad secara dzohir dan jihad secara batin. Jihad secara dzahir adalah bagaimana orang lain dapat merasakan rahmat Alloh melalui lisan kita, orang lain dapat merasakan kasih sayang Alloh melalui tangan kita. Masih banyak lagi contoh-contoh lainnya. Sedangkan jihad secara batin adalah bagaimana orang lain mau dan dapat kita ajak menuju ke jalan Alloh, sampai dapat mengenal Alloh.
Sangatlah penting, bahkan wajib bagi kita mengajak dan berwasiat kepada orang-orang untuk kembali ke jalan Alloh. Akan tetapi yang lebih penting bahkan wajib bagi kita adalah memaksa sirr kita, memaksa batin kita untuk dapat mengenal lebih dulu Siapa Alloh.
Untuk bisa seperti itu, tak ada jalan kecuali dengan dzikir. Dengan dzikir, orang akan dapat mengenal dirinya sendiri. Dengan dzikir, orang akan dapat mengenal Tuhannya. Dengan dzikir, orang akan dapat mengenal dunia yang sebenarnya. Dengan dzikir, orang akan dapat mengenal akherat. Dengan dzikir, orang akan dapat mengenal rahasia uluhiyah. Dan seterusnya.
Hal ini bukanlah berarti berlebihan, akan tetapi sudah merupakan sunnah-Nya sebagaimana yang telah tertuang dalam hadits Qudsiy: “Al-insanu sirriy waana sirruhu. Yang artinya adalah, manusia itu rahasia-Ku sedangkan Aku (Alloh) adalah rahasianya. Dengan demikian dzikir mampu menguak di balik semua rahasia-Nya. Sebab dengan dzikir, berarti orang sedang mengenal Alloh As-Sattar (Sang Penutup Rahasia). Dengan demikian kita akan semakin yakin bahwa dzikir Laa ilaaha illallooh adalah kunci segala-galanya. Bahkan surga-Nya pun hanya dapat dibuka dengan kalimat thoyyibah tersebut. Jika memang demikian mengapa banyak orang masih bertanya; “Mengapa sih kok pakai dzikir Laa ilaaha illallooh segala, bukankah Alloh Maha segala-galanya ?” Inilah orang yang telah disinggung Alloh dalam Al-Qur’an ; “waidza qiilalahum, 1aai1aahai11a11oh hum yastakbirun”; ketika dikatakan kepada mereka Laa ilaaha illallooh mereka menyombongkan diri.
Wahai manusia alangkah sombongnya engkau, bukankah Alloh memerintahkan kepada bumi dan langit seisinya untuk bersujud, untuk bertasbih, untuk berdzikir kepadanya? Seandainya engkau masih juga menyombongkan diri, bukankah engkau juga masih termasuk penduduk bumi ? Bukankah engkau termasuk isinya bumi ? Jika memang engkau merasa dapat hidup sendiri, coba paksakan dirimu untuk menginjak bumi selain bumi Alloh, paksakan dirimu untuk menghirup udara selain udara Alloh. Paksakan sekali lagi dirimu untuk menyaksikan sesuatu yang bukan cahaya Alloh. Allohu nuurus samaawati wal ardli.
Jika demikian halnya, tentunya tidak ada jalan untuk tidak beriman kepada Alloh. Tidak ada lagi alasan untuk tidak berdzikir kepada Alloh. Tidak ada lagi alasan untuk tidak bersujud kepada Alloh.
Sepanjang sejarah kehidupan manusia, mereka binasa disebabkan oleh kelalaian mereka. Hal ini sesuai dengan firman Alloh: “Afabi’adzaabinahum yasta’jilun”. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa hanya dengan dzikirlah semua akan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Hanya dengan dzikirlah, semua masalah dunia bahkan masalah akherat akan dapat terselesaikan atas kehendak Alloh. Akan tetapi walaupun semua sudah jelas, masih juga mereka tetap memaksakan kehendak dirinya untuk tidak taat dan patuh akan perintah Sang Maha Perkasa, disebabkan nafsunya yang telah memperdayainya. Maka penyesalanlah yang akan datang menghampirinya. Naudzubillah min dzalik.
Hanya tinggal menunggu Sang Surya Penyebar Rahmat. Ketika keadaan manusia di muka bumi sudah porak-poranda karena terpedaya oleh sesuatu selain Alloh, di saat itulah pancaran Cahaya Alloh yang berbentuk Rahmat akan segera turun bersama Latif-Nya. Meski mereka tetap saja tidak menyatakan imannya, akan tetapi pasti ada satu di antara mereka yang merasa terpancari atas latif-Nya. Sebab jika hal ini tetap saja tidak menjadikan rahmat, bencana yang maha dahsyat pasti akan terjadi. Kemudian ada di antara mereka yang sengaja iman, juga ada di antara mereka yang justru lebih memilih diam atau terpaksa harus iman.
Sebagai seorang hamba yang merasakan dirinya beriman tentu Alloh berkenan menggerakkan hatinya untuk bertanya mengapa demikian? Tentunya di saat-saat inilah Alloh akan menampakkan Rahmat melalui Latif dan Jamal-Nya, Alloh juga akan menampakkan Bencana melalui Qohhar dan Jalal-Nya.
Berlindunglah wahai manusia hanya kepada Alloh, berlindunglah wahai manusia hanya kepada ridlo-Nya, berlindunglah wahai manusia hanya kepada rahmat-Nya. Dengan demikian alasan apa lagi yang menjadikan kamu masih juga tidak menerima atas segala kekuasaan-Nya. Jika kamu mengaku sebagai seorang hamba yang tidak memiliki apa-apa, cobalah pertanyakan kepada dirimu, “Malukah kamu jika berbuat angkuh kepadaNya ? Malukah kamu jika merasa besar di hadapanNya ? Atau mungkin kamu masih juga merasa lebih dari-Nya. Seandainya hal ini kamu lakukan terhadap sesama, mungkin masih sangat di maklumi, karena juga kesombonganmu. Akan tetapi jangan sekali-kali hal ini kamu lakukan di hadapan Alloh.
Wahai manusia jangankan kamu ucapkan melalui lisan, kamu melakukan perbuatan yang tersirat dari lubuk hatimu yang sangat dalam pun Alloh mengetahui. Innahu ya’lamul jahro wamaa yakhfaa. Inilah yang dimaksud dengan “dibalik rahasia dzikir”. jadi memang di dalam dzikir ada dzikir. Atau lebih jelasnya jika di pertanyakan kepadamu siapa yang berdzikir? Jawabnya, tentunya hanya Alloh Sendiri.
Banyak sekali orang mengamalkan dzikir akan tetapi sedang tidak berdzikir. Ini disebabkan karena mereka tidak mau memahami hakekat dzikir, atau bahkan sengaja ingkar (takabbur) dengan dzikir itu sendiri. Semestinyalah dalam dzikir ada dzikir, dalam sholat ada sholat. Mungkin berangkat dari sinilah kita akan pelan-pelan memahami dan dapat menerima bahwa di balik dzikir memang ada dzikir. Hal inilah yang dimaksud dalam ayat Al Quran; “fa dzakkir fainna dzikro tanfa’ul mukminin.” Jika saat dzikir belum dapat mengambil manfaatnya, maka belum juga dapat dikatakan dzikir. Dengan kata lain walaupun berdzikir, belum ada nilai dzikir. Dengai demikian seyogyanya bagi para ahli dzikir janganlah berbangga diri lebih dulu atas dzikir yang dilakukan. Janganlah kamu merasa puas atas kenikmatan yang kamu rasakan. Sebab jika dzikir hanya ‘itu’ yang menjadi tujuannya, tentunya Alloh selamanya tidak akan pernah dapat dikenal.
Secara ringkas dapat kita simpulkan, tujuan dzikir adalah pernyataan bahwa kita adalah seorang hamba yang wajib ingat terhadap Sang Pencipta. Atau dalam bahasa lain jika kita ingin selalu diingat Alloh, tentunya kita harus selalu ingat kepadaNya. Dengan demikian akan semakin jelas siapa hamba dan Siapa Tuhannya, Alloh tentunya.
Seandainya memang fihak hamba sendiri yang tidak peka terhadap kehendak-Nya, itulah pertanda memang hanya Alloh lah yang berkehendak untuk mengingatkan hamba-Nya. Akan tetapi jika memang demikian halnya , tentunya yang pantas terucap dari lisan seorang hamba adalah ungkapan “Lahaula wa laa quwwata illaa billaahil aliyyil’adzflm”
Demikian sekilas ulasan dibalik rahasia dzikir. Semoga Alloh berkenan memberi ridloNya. Ilahi Anta maqshudiy wa Ridloka mathluubiy, athiniii mahabbataka wa ma’rifataka.[left-sidebar]
Oleh: KH. MUHAIMIN - PALEMBANG
Posting Komentar