BREAKING NEWS

Join the Club

Senin, 08 Mei 2017

Nikmat Sujud Sang Supir Angkot

REPRO

MKE, Jakarta - “Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya. Sebelum datang kepadamu azab yang kamu tidak dapat di tolong lagi.”  ( Az-Zumar : 54 ).
Siang itu, suasana Kota Bandung, Jawa Barat, begitu terik. Jalanan begitu padat. Kendaraan lalu-lalang dengan berbagai tujuan.  Angkutan kota (angkot) di sana terlihat masih kurang tertib. Saling serobot penumpang dan berhenti mendadak, merupakan pemandangan biasa. Tak hanya di sana, namun juga di kota lain pun demikian. 

Sulitnya berperilaku tertib itu, lantaran ada tuntutan dari sang empunya angkot. Sopir dikondisikan untuk mengejar setoran yang tidak pernah turun nilainya, malah kecenderungannya terus naik.

Mereka seolah terus mengejar dunia. Bila tidak bekerja keras, mereka takut dapur tidak ngebul. Tak ada waktu untuk sembah sujud kepada Tuhannya. Dunia seolah telah membutakan mata hati mereka.

Sukardi, salah satu sopir angkot di Kota Kembang itu. Bapak beranak dua ini merupakan perantau dari Wonosobo, Jawa Tengah. Sama seperti yang lain, Sukardi terus bergelut dengan ganasnya kehidupan kota besar untuk bertahan hidup. Sebelum matahari menyingsing dia sudah berangkat, dan pulang larut malam untuk mengejar setoran. Malahan, ketika rasa kantuk tak terbendung, dia terpaksa tidur di angkotnya. 

Hari-harinya dilalui di jalan. 12 tahun sudah dia melakoni kehidupan jalanan. Dia hanya berpikir, uang dan uang. Raut wajahnya tergambar kedahagaan rohani yang begitu dalam. Ia seorang muslim, namun karena desakan hidup, kewajibannya terabaikan. Shalat belum pernah dikerjakannya. Puasa pun terlewatkan begitu saja. Hari-harinya jauh dari Allah. Kering dan gersang. Padahal, sebelum merantau, kehidupannya di Wonosobo masih tersentuh oleh nilai-nilai Islam. Di sana lingkungannya begitu agamis.

Penasaran dengan Masjid Kubah Emas
Hidayah Allah memang tidak seorang pun tahu kapan datangnya. Tidak hanya ketika dalam kondisi susah, dalam kondisi senang pun hidayah itu bisa datang.

Suatu saat di tahun 2007, Sukardi terkagum melihat rombongan masyarakat Bandung yang berniat mendatangi Masjid Kubah Emas Dian Al-Mahri di Kota Depok, Jawa Barat. Hampir setiap hari dia melihat bus-bus besar maupun kecil mengangkut rombongan yang ingin datang ke sana. Sebagai manusia biasa, rupanya Sukardi juga penasaran ingin melihat dari dekat seperti apa Masjid Kubah Emas itu. Ia pun berniat untuk berangkat ke Depok, untuk memenuhi rasa penasarannya.

Allah Subhanahu wa ta’ala rupanya menuntun dia untuk bisa kembali ke jalan Islam. Rasa penasarannya akhirnya terobati. Suatu ketika di bulan Juli 2007, ia berangkat dari Bandung menuju Depok menggunakan angkotnya. Sesampai di kompleks Masjid Kubah Emas, ia tertegun dan tidak menyangka bahwa dihadapannya sekarang berdiri sebuah masjid yang begitu agung dan indah. Ia tidak menyangka ada masjid semegah itu di Indonesia. Hatinya bergetar dan hidayah Allah pun datang. Ia pun kemudian ingin sholat di Masjid Kubah Emas. Diambillah air wudhlu, hal ini tidak pernah ia lakukan sekitar 12 tahun. Subhanallah, ia pun kemudian melaksanakan shalat di Masjid Kubah Emas.

Setelah rasa penasaran terobati, ia pun pulang ke Bandung. Suasana hati Sukardi kini sudah lain. Ia ingin menunaikan sholat dan ibadah-ibadah lain, meski dia disibukkan urusan kejar setoran maupun kehidupan keluarganya.  Sebulan dari Masjid Kubah Emas, ia ingin kembali ke sana. Pada peringatan Proklamasi 17 Agustus 2007 silam, ia kembali ke Masjid Kubah Emas. Sukardi beribadah di Masjid dan bercerita ke penulis tentang perjalanan spiritualnya itu. Subhanallah, Allah telah mencairkan kebekuan hati Sukardi dan akhirnya bisa merasakan dahsyat dan nikmatnya sholat maupun ibadah lainnya.

Perjalanan Sukardi  ini pantas sekali dijadikan pelajaran. Kita acap kali terlena urusan dunia. Sampai-sampai ketika kita dihadapkan terhadap suatu kesulitan hidup, kita malah berkeluh kesan pada manusia atau malah berbuat syirik. Naudzubillah.  Pelibatan Allah dalam urusan dunia kita sering kali begitu kurang. Seakan kita ini bukan umat muslim dan lupa kalau memiliki Allah.

Ikhtiar dibarengi dengan do’a tentu menjadikan setiap usaha kita menjadi lebih bermakna. Padahal, Allah Subhanahu Wa ta’ala sudah berfirman, “Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-KU yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya (kecuali dosa syirik). Sesungguhnya DIA-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( Az Zumar : 53 )

Sebagai umat Islam, Allah lah tempat berkeluh kesah kita. Allah tempat mengadu dari segala kesulitan hidup di dunia ini. Hanya kepada Allah lah kita memohon pertolongan untuk dimudahkan segala urusan kita. Dengan berdoa dan berikhtiar, segala permasalahan hidup ini akan ada jalan keluarnya.

Kisah Sukardi tadi harus kita jadikan ibrah atau pelajaran, betapa kehidupan dunia ini akan membutakan mata hati kita bila kita terus memburunya. Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan hidayah pada kita semua. Amin.

YC

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 Majalah Kubah Emas Powered By Blogger.