foto: Hadiwibowo.com |
Begitu tegas dan gamblangnya peringatan Allah Swt di atas. Bahwa, menyisihkan sebagian harta (berupa zakat, infaq dan shadaqah) sejatinya berlaku bagi semua kalangan, tanpa kecuali. Sebagian ulama memaknai yang dimaksud membelanjakan harta saat lapang adalah, menunjuk pada kalangan kaum aghniya (kaya). Sedang yang dimaksud membelanjakan harta saat sempit, menunjuk pada kalangan kaum lemah-papa atau fakir-miskin.
Lebih jauh lagi, inti yang tersirat dari yang tersurat pada peringatan Allah Swt itu, bahwa syariat Islam mengajarkan pada umatnya pantang meminta-minta. Kendati dalam keadaan sempit pun, masih diajarkan untuk memberi. Sebab, kalau masih enggan (apalagi ragu), misalnya, maka patut dipertanyakan derajat ketaqwaannya.
Sebagian kalangan (mungkin) menyoal, bahkan menuding secara ekstrim, bahwa ajaran Islam penuh paksaan. Tidak memberi kesempatan umatnya yang lemah-papa atau fakir-miskin untuk meminta-minta. Pemahaman atau asumsi seperti ini jelas keliru besar, dan patut diluruskan.
Islam tidak pernah memaksa seseorang untuk masuk memeluk agama Islam (QS al-Baqarah 2 : 256). Sebab Islam, sesuai dengan fithrah (naluri) manusia yang sejatinya beragama tauhid. Kalau ada manusia sampai tidak beragama tauhid, bahkan tidak beragama (atheis), itu tidaklah wajar dan menyalahi fitrahnya (QS al-A’raf 7 : 172) . Sikap manusia yang berpaling dari agama tauhid maupun atheis, tidak lain disebabkan pengaruh kuat lingkungannya (QS ar-Ruum 30 : 30). Tetapi, jika seseorang karena kesadarannya kemudian meyakini kebenaran agama Islam berikut memeluknya, maka masuklah secara utuh-menyeluruh (integral), menyatu antara kata hati dan perbuatan (kaffah), serta jangan ragu atau setengah hati (QS al-Baqarah 2 : 208).
Wajib Sedekah
Sebagian orang menyangka, bahwa harta adalah segalanya. Bahkan sebagian lain menganggapnya, abadi adanya. Mereka tidak sadar, bila harta adalah pemberian Allah Swt yang diamanatkan pada hambanya. Akibatnya, kemudian terlena dengan kekayaan duniawi dan lupa diri. Padahal, di dalam harta itu ada hak orang lain, yang tanpa diminta pun harus diberikan.
Sebagian lainnya lagi beranggapan, bahwa memberi (mengeluarkan hak) fakir-miskin, anak yatim dan orang-orang yang tidak mampu lainnya, merupakan bagian dari budget belanja rutin rumah tangganya. Mereka lupa, bila yang diberikan (dikeluarkan) untuk fakir-miskin dan anak yatim adalah, memang hak mereka. Padahal, memberikan hak fakir-miskin dan anak yatim dari sebagian harta kita itu sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Swt.
Dalam suatu riwayat dijelaskan, bahwa setiap menjelang pagi hari dua malaikat turun ke bumi. Yang satu berdoa, “Ya Allah, karuniakanlah bagi orang yang menginfakkan hartanya tambahan peninggalan.” Malaikat yang satu lagi berdoa, “Ya Allah, timpakan kemusnahan bagi harta yang ditahannya (dibakhilkannya)” (HR : Mutafaqun ‘Alaih.
Itu sebabnya, sedekah masuk kategori wajib bagi setiap muslim. Rasulullah Saw bersabda, “Tiap muslim wajib bersedekah.” Para sahabat kemudian bertanya, “Bagaimana kalau dia tidak memiliki sesuatu?” Nabi Muhammad Saw menjawab, “Bekerjalah dengan keterampilan tangan untuk kemanfaatan dirinya, lalu bersedekah.” Mereka bertanya lagi, “Bagaimana kalau dia tidak mampu?” Nabi Saw menjawab, “Menolong orang yang membutuhkan dan yang sedang teraniaya.” Mereka kemudian bertanya kembali, “Bagaimana kalau dia tidak melakukannya?” Nabi Saw menjawab, “Menyuruh berbuat ma’ruf.” Tanpa pernah bosan mereka bertanya lagi, “Bagaimana kalau dia tidak melakukannya?” Nabi Saw menjawab, “Mencegah diri dari berbuat kejahatan, itulah sedekah” (HR : Bukhari dan Muslim).
Dalam sabdanya yang lain, Rasulullah Muhammad Saw memberi warning pada umatnya bahwa, “Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawa.” Artinya, ajaran agama Islam itu memuliakan umatnya yang gemar memberi.
Tambah Kaya
Ada pertanyaan menggelitik demikian, betulkah orang yang gemar sedekah bakal tambah kaya? Bukankah hartanya justru menyusut setelah dikurangi sebagian untuk disedekahkan pada fakir-miskin dan anak yatim? Secara inderawi kasat mata, memang ya. Tetapi, di balik (zakat, infaq, dan sedekah) itu ada rahasia Allah yang sulit dilukiskan dengan kata-kata. Hanya orang-orang yang yakin dengan perintah Allah dan ikhlas mengamalkannya, yang bisa merasakan dan memetik buah taqwallah.
Kisah sukses orang yang yakin dan ikhlas ini, sejatinya telah diabadikan Allah dalam kisah perjalanan hidup Nabi Musa alaihis salam dan Yukabat, ibundanya.Keyakinan dan keikhlasan sosok bunda Yukabat sungguh sulit dilukiskan dalam kata-kata, saat dia memutuskan – setelah sebelumnya mendapatkan ilham dari Allah – untuk menghanyutkan bayi Musa yang sangat disayanginya ke Sungai Nil. Perpisahan sang bayi Musa di tengah terjangan derasnya arus Sungai Nil, secara inderawi kasat mata tidaklah mungkin dapat bertemu kembali pada pangkuan bundanya.
Tetapi yang terjadi, atas izin Allah akhirnya bayi Musa dan bundanya, Yukabat, dipertemukan kembali. Bahkan, keduanya (dilindungi Allah) hidup dalam keamanan keluarga Raja Fir’aun yang justru “mengharamkan” hidup setiap kelahiran bayi lelaki. Allah abadikan kisah Yukabat dan bayi Musa ini dalam al-Qur’an Surat Thaha (20): 37 – 41.
Allah juga menunjukkan kepada kita ihwal keyakinan dan keikhlasan ini, melalui perjalanan kisah nabiyullah Ibrahim alaihis salam dan putranya Ismail. Betapa yakin dan ikhlasnya Ibrahim dan Ismail yang sulit dilukiskan dengan kata-kata. Sehingga ketika keduanya memutuskan menjalankan perintah Allah, Ismail yang sudah siap disembelih oleh Ibrahim (atas kehendak Allah) kemudian diganti dengan seekor domba.
Penulis punya cerita menarik dari seorang nara sumber di Surabaya. HM Sukri Adenan, namanya. Dalam cerita yang disampaikan kepada penulis, ia jelaskan mengenai usaha jual-beli rongsokan besi tua dan kemudian sampai merambah ke bidang real estate yang tidak dilaluinya dengan tiba-tiba saja. Melainkan, ia mulai dari bawah sembari terus rajin melakukan zakat, infaq, dan sedekah.
Singkat ceritanya, HM Sukri Adenan ini sampai heran dengan harta yang sudah dikeluarkan untuk zakat, infaq dan sedekah, yang jumlahnya dalam setahun mendekati angka Rp 400 juta. “Saya ini sampai heran. Uang saya ini ‘kok ya tidak habis-habis, bahkan setiap tahun total zakat yang dikeluarkan terus bertambah, dari angka ratusan ribu pada awal tahun 1970-an sampai sekarang sudah ratusan juta,” tuturnya. “Saya yakin betul dan ikhlas, bahwa soal zakat, infaq dan sedekah ini merupakan rahasia Allah yang sulit dinalar oleh manusia. Sekarang, tinggal percaya atau tidak. Saya sudah membuktikannya,” tambahnya.
IB KHARI
Posting Komentar